Jakarta, CNN Indonesia —
Mantan ajudan Syahrul Yasin Limpo (SYL), Panji Hartanto, mengungkapkan eks bosnya itu menggunakan uang haram diduga hasil memeras untuk kepentingan pribadi dan keluarganya termasuk sang anak.
Hal itu terbongkar saat Panji memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi dengan terdakwa SYL selaku mantan Menteri Pertanian RI di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (17/4). Panji dihadirkan tim jaksa KPK dalam sidang tersebut.
Mulanya, hakim anggota Ida Ayu Mustikawati mendalami perihal pemotongan uang 20 persen yang diminta SYL dari eselon I di lingkungan Kementan.
“Terkait BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saudara, saudara menyatakan adanya perintah pengumpulan uang haram itu tadi ya di BAP saudara. Sesungguhnya uang-uang haram itu selain tadi yang dikemukakan oleh hakim anggota adanya mutasi jabatan, kepegawaian, dan lain-lain itu, ada perintah langsung bahwa sebenarnya ada 20 persen dari anggaran masing-masing itu. Itu sepengetahuan saudara, uang haram 20 persen itu memotong anggaran atau apa?” tanya hakim di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
“Kalau sepengetahuan saya memotong anggaran (eselon I),” jawab Panji.
Menurut Panji, uang tersebut digunakan untuk kepentingan SYL dan keluarga. Adapun Panji mengaku selalu mengikuti arahan SYL mengenai permintaan anggaran di Kementan.
“Seberapa sering untuk kepentingan keluarganya dikeluarkan, dibebankan kepada anggaran itu? Sepengetahuan saudara, yang saudara ingat, untuk tadi membayar pembantu, untuk membeli rumah, apa lagi?” tanya hakim.
“Ya paling saya arahan dari bapak sih,” kata Panji.
“Apa saja? karena ini terkait dengan dana-dana yang menyatakan kerugian negara,” lanjut hakim.
“Untuk biaya kalau ada acara kawinan, sumbangan,” tutur Panji.
Ia juga memberi contoh SYL membebankan anggaran kementerian untuk kebutuhan pembayaran dokter kecantikan anak perempuannya. Selain itu, SYL, sebut Panji, juga menggunakan uang untuk merenovasi rumah anak.
“Terkait dengan dana-dana untuk keluarga, ini contoh saja untuk membayar pembantu, untuk kebutuhan keluarganya tuh apa saja? Tadi untuk biaya ke dokter?” tanya hakim.
“Ke dokter,” jawab Panji.
“Apa lagi? Karena di sini yang saudara kemukakan tuh hanya Rp10 juta. Apakah ada anggaran lain yang lebih banyak dari itu?” tanya hakim lagi.
“Ke dokter, terus untuk rumah tangga,” jawab Panji.
“Rumah tangga itu rumah tangga siapa?” tanya hakim.
“Rumah tangga anak bapak,” jawab Panji.
“Anaknya bapak dibiayain juga?” tanya hakim.
“Biasanya,” timpal Panji.
“Itu rumah tangga dalam artian bagaimana?” lanjut hakim.
“Biaya perbaikan-perbaikan,” jawab Panji.
“Perbaikan-perbaikan apa?” tanya hakim.
“Rumah,” jawab Panji.
Lebih lanjut, Panji mengungkapkan SYL juga membebankan biaya pembelian onderdil kendaraan anak laki-lakinya menggunakan anggaran di Kementan. Ia mengaku meminta anggaran itu ke biro umum di Kementan.
“Biasa biro umum bisa ke saya, saya kasihkan ke Aliandri atau pak Ubadiah atau langsung ke orangnya transfer orang biro umum,” terang Panji.
Panji menjadi salah satu saksi yang mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sebagai terlindung, Panji mendapatkan program layanan perlindungan fisik selama menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi dan pemenuhan hak prosedural.
Bukan hanya pada saat sidang, LPSK juga melakukan monitoring kondisi fisik, tempat tinggal, maupun tempat kerja terlindung setelah memberikan keterangan sebagai saksi.
Adapun SYL didakwa melakukan pemerasan hingga mencapai Rp44.546.079.044 dan menerima gratifikasi dianggap suap sejumlah Rp40.647.444.494 selama periode 2020-2023.
Tindak pidana itu dilakukan SYL bersama-sama dengan dua terdakwa lainnya yaitu Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
(ryn/rds)