Jakarta, CNN Indonesia

Kebijakan Mendikbudristek Nadiem Makarim mencabut kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah menuai pro-kontra publik.

Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah yang diteken Nadiem pada Senin (25/3) kemarin.

Dalam aturan tersebut, Pramuka kini ditempatkan sebagai kegiatan yang dapat dipilih dan diikuti sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat peserta didik.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekretaris Jenderal Kwarnas Pramuka Mayjen TNI (Purn) Bachtiar Utomo menyebut pihaknya menyesalkan langkah yang diambil Nadiem.

Ia menilai gerakan pramuka berperan penting dalam membangun karakter manusia Indonesia. Bachtiar mengatakan gerakan pramuka justru sejalan dengan tujuan Kemendikbudristek dan kementerian serta lembaga terkait.

Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. Ia menilai kebijakan yang diambil Nadiem sudah kebablasan lantaran menurutnya pramuka penting untuk membentuk karakter pelajar yang sesuai dengan Pancasila.

Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang Edi Subkhan menilai langkah Nadiem itu justru mengembalikan kegiatan Pramuka seusai ketentuan dalam undang-undang yang bersifat sukarela, dan bukan pemaksaan.

“Sejarah Pramuka juga begitu, bukan dengan paksaan atau kewajiban. Saya relatif sepakat dengan kebijakan tersebut, karena memang tidak semua siswa memiliki minat terhadap Pramuka,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/4).

Edi mengakui berdasarkan sejarahnya, kegiatan Pramuka atau kepanduan memang berperan penting bagi kelompok pemuda sejak era kemerdekaan. Oleh karena ia menyebut kegiatan Pramuka memang tidak dapat terpisahkan dari sekolah.

Lebih lanjut, ia juga tidak menampik apabila kegiatan Pramuka disebut dapat berperan membentuk karakter yang bagus bagi para siswa. Hanya saja, kata dia, hal itu bisa dilakukan apabila diselenggarakan secara serius dan bukan formalitas semata.

“Kalau dijalankan secara asal, lebih mementingkan kuantitas, paksaan, atau formalitas asal ikut, hasilnya juga potensial tidak bagus untuk siswa,” tuturnya.

Senada, Pengamat Pendidikan Abduzen juga menilai kebijakan Nadiem yang membuat kegiatan Pramuka menjadi ekstrakurikuler tidak wajib sudah tepat.

Ia beralasan hal itu juga sejalan dengan teori pendidikan Multiple intelligence yang menemukan bahwa kecerdasan yang dimiliki setiap anak atau siswa tidak pernah sama satu sama lain.

“Yang melahirkan minat berbeda pula. Sehingga pendidikan seharusnya menemukan dan memfasilitasi bakat dan minat siswa secara sukarela,” jelas Abduzen kepada CNNIndonesia.com.

Dia memandang dengan kebijakan sukarela itu, diharapkan siswa-siswa yang tetap memilih ikut Pramuka dapat berkembang secara optimal. Menurutnya, hal itu juga sejalan dengan semangat Merdeka Belajar yang digaungkan Kemendikbudristek.

Abduzen justru mewanti-wanti agar Nadiem tidak serta-merta malah memasukkan Pramuka ke dalam kurikulum pembelajaran hanya karena terdapat desakan dari publik.

Ia memandang Pramuka cukup dijadikan sebagai kokurikuler yang difungsikan untuk kegiatan penunjang seperti memperdalam pemahaman siswa melalui penugasan.

“Tidak perlu dimasukkan ke dalam kurikulum sebagai suatu mata pelajaran. Sudah benar sebagai ekstrakurikuler pilihan. Nilai kepramukaan bisa diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang telah ada seperti olahraga, life skills dan lainnya,” tuturnya.

Edi menambahkan wacana Nadiem yang justru ingin memasukkan Pramuka ke dalam kurikulum juga hanya akan menambah beban bagi para guru.

Apalagi, kata dia, saat ini para guru juga sudah mendapat tugas tambahan ketika diminta menjadikan profil pelajar Pancasila sebagai muatan kokurikuler dan generic skills lintas mata pelajaran.

“Masa mau ditambah nilai-nilai Kepramukaan atau bahkan kegiatan Kepramukaan, akan makin enggak jelas nanti kurikulum dan pembelajarannya,” jelasnya.

“Nilai kepramukaan seperti dalam Dasa Dharma sangat bisa masuk kokurikuler dan intrakurikuler. Tetapi ketika ada Profil pelajar Pancasila, nilai itu semestinya sudah termuat semua,” kata Abduzen.

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan sekolah mempunyai kewajiban untuk menawarkan Pramuka sebagai salah satu ekstrakurikuler bagi peserta didik.

Hal itu disampaikan Anindito menjelaskan maksud dari Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 yang baru saja diteken Nadiem Anwar Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI.

“Sekolah tetap wajib menawarkan pramuka sebagai salah satu ekskul,”ujar Anindito saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Minggu (31/3).

Ia menjelaskan Permen 12/2024 mewajibkan sekolah menyelenggarakan minimal satu ekstrakurikuler.

“Karena UU Kepramukaan (12/2010) mewajibkan satuan pendidikan untuk memiliki gugus depan, sehingga jika sekolah hanya menyediakan satu ekskul, ekskul tersebut praktis adalah Pramuka,” kata Anindito.

Di dalam rapat kerja Komisi X DPR pada Rabu (3/4), Nadiem menegaskan pramuka tidak dihapus atau dihilangkan dari sekolah.

“Secara prinsip menurut saya satu, mohon sudah tidak lagi dibahas bahwa pramuka itu dihapus atau dihilangkan dari sekolah,” kata Nadiem.

Nadiem menjelaskan sekolah tetap wajib mengadakan ekstrakurikuler pramuka.

“Peraturannya sudah sangat jelas bahwa itu menjadi ekskul yang wajib diselenggarakan, wajib diselenggarakan oleh sekolah,” kata Nadiem.

(tfq/kid)

[Gambas:Video CNN]





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *