Jakarta, CNN Indonesia

Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama sejumlah dosen maupun peneliti di Fakultas Hukum mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Amicus Curiae merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga, yaitu mereka yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan dimana hanya sebatas memberikan opini, bukan melakukan perlawanan.

Dokumen amicus curiae telah dikirim ke MK pada hari ini, Senin (1/4). Selain kelembagaan, setidaknya terdapat 12 individu yang terlibat seperti Prof. Dr. Sigit Riyanto; Prof. Dr. Maria SW Sumardjono; Dr. Herlambang P. Wiratraman; Dr. Richo Andi Wibowo; Dr. Rikardo Simarmata; Laras Susanti, LLM.,; Sartika Intaning Pradaning, LLM.,; Dr. Andy Omara; Faiz Rahman, LLM.,; Markus Togar Wijaya; Abdul Munif Ashri; dan Antonella.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Hari ini menyampaikan amicusĀ curiae ke Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan PHPU Nomor Perkara 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan 2/PHPU.PRES-XXII/2024 dengan tajuk amicusĀ curiae: Mengapa Pemilu 2024 Menjauh dari Prinsip Jujur dan Adil?” ujar Dosen FH UGM Herlambang Wiratraman melalui keterangan tertulis, Senin (1/4).

Herlambang menjelaskan penyerahan berkas amicus curiae yang terdiri dari 32 halaman dilandasi atas indikasi kuat terdapat sejumlah praktik curang dalam pelaksanaan Pilpres 2024. Ia mengatakan praktik-praktik dimaksud dilakukan dengan mengintervensi lembaga peradilan dan lembaga penyelenggara pemilu serta penggunaan sumber daya negara.

“Sementara hal ini bertentangan dengan mandat konstitusional Pasal 22E ayat 1 UUD 1945 tentang Pemilu Luber Jurdil,” kata dia.

Dalam berkas amicus curiae, Herlambang dkk menyoroti penggunaan bantuan sosial (bansos) menjelang pencoblosan hingga sengkarut penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah.

Berdasarkan data yang dikutip dariKompas, Herlambang mengatakan Pemilu 2024 menggelontorkan bansos lebih masif dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Total anggaran bansos yang dikucurkan untuk Pemilu 2024 sebesar Rp560,3 triliun. Jauh dibandingkan dengan Pemilu 2019 sejumlah Rp194,76 triliun dan Pemilu 2014 sejumlah Rp78,4 triliun.

“Perlu menjadi persoalan bersama tentang bagaimana bansos dihadirkan secara sistematis menjelang tahun politik (Pemilu),” ucap Herlambang.

Sementara itu, Herlambang menuturkan setidaknya terdapat empat isu mengenai keterlibatan Pj Kepala Daerah dalam Pemilu 2024, yaitu: (i) Pemerintah sempat tidak mematuhi putusan MK untuk menerbitkan aturan turunan; (ii) Pemerintah sempat melakukan kebohongan publik dan/atau ingkar janji; (iii) Aturan turunan yang akhirnya lahir ternyata tidak serius membadankan amanat putusan MK; dan (iv) indikasi Pj memihak.

Pemerintah pusat mulai mengangkat sejumlah Pj Kepala Daerah sejak 12 Mei 2022. Terdapat 88 Pj Kepala Daerah yang telah terpilih sejak saat itu hingga 25 November 2022.

Herlambang mengkritik pengangkatan tersebut karena tanpa mekanisme seleksi yang jelas, sehingga figur yang terpilih bisa jadi merupakan “selera istana”. Padahal, Putusan MK Nomor: 67/PUU-XIX/2021 mengamanatkan agar proses
penunjukan Pj diatur oleh peraturan pelaksana agar prinsip demokrasi terlindungi, proses transparan dan akuntabel, dan bisa mendapatkan pemimpin kompeten yang sesuai aspirasi daerah.

Pengangkatan tanpa regulasi yang jelas ini juga masih dilakukan hingga terbitnya regulasi turunan di April 2023.

Pemerintah, terang Herlambang, mendapatkan banyak kritik dari publik karena mengangkat Pj Kepala Daerah secara serampangan. Selain itu, pemerintah juga menghadapi masalah di daerah, di mana sebagian figur yang terpilih sebagai Pj mengundurkan diri serta mendapatkan
penolakan dari atasan (gubernur) dan masyarakat.

“Pada beberapa kejadian, terdapat indikasi di mana Pj terpilih menunjukan preferensinya untuk mendukung calon yang dipersepsikan direstui oleh Presiden Jokowi, yakni pasangan calon yang ada putra presiden di dalamnya: pasangan nomor urut 02 (Prabowo-Gibran),” ucap Herlambang.

“Misalnya keterangan Kepala Satpol PP Bali di mana ia mendapatkan perintah dari Pj Gubernur Bali agar mencopot baliho capres Ganjar Pranowo-Mahfud MD ketika Presiden Jokowi akan kunjungan ke Bali. Ada pula Pj Gubernur Jakarta yang enggan menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu untuk menegakkan pelanggaran Perda pada Cawapres 02 (Gibran) yang kampanye sambil bagi-bagi susu di acaraCar Free Day,” sambungnya.

Fenomena curang dan culas, penuh konflik kepentingan, dengan instrumen hukum, kebijakan dan anggaran, serta penggunaan instrumentasi ketatanegaraan menjelang Pemilu 2024, tak terkecuali dalam Pilpres 2024, menjadi hal yang tak biasa dalam suatu negara hukum, bahkan bertentangan dengan prinsip jujur dan adil sebagaimana mandat Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Menurut Herlambang dkk, begitu jelasada sejumlah momen yang serba kilat, terabas, dan seakan-akan disegerakan, segala yang tak mungkin menjadi mungkin. Hukum dan bekerjanya hukum didayagunakan untuk menopang fenomena yang terkesan tidak biasa itu.

“Secara sosiologis terjadi pelumrahan peristiwa nirkeadaban itu. Di titik ini, politik hukum instan melalui pelumrahan hukum tanpa etika menjadikan pesta demokrasi tak lebih menjadi sekadar ‘pesta karbitan’,” imbuhnya.

Dengan mempertimbangkan pandangan-pandangan mengenai kaitan antara Pemilu dan demokrasi, praktik-praktik curang, dan ancaman hasil pemilu curang bagi fondasi etis hidup berbangsa, Herlambang dkk merekomendasikan pembatalan keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilu 2024.

Herlambang menjelaskan Putusan MK Nomor: 90/PUU-XXI/2023 Tahun 2023 menunjukkan MK telah dijadikan ‘alat’ politik oleh kekuasaan untuk menciptakan kejahatan konstitusional. Kata dia, keadaan demikian sangat memalukan sebab citra the guardian of constitution mengalami pereduksian secara perlahan. Praktik konsolidasi eksekutif (all the president’s men) yang berupaya menciptakan kemenangan pemilu sebelum proses terselenggara telah mencoreng sejarah peradaban demokrasi.

“Sesungguhnya, kemenangan yang diperoleh lewat cara curang, nirmoralitas, manipulatif, dan mengagungkan konflik kepentingan adalah wujud dari kriminalisasi hukum dan politik,” ungkap Herlambang.

“Karut-marutnya penyelenggaraan Pemilu 2024 menginisiasikan bahwa kondisi saat ini membutuhkan MK sebagai juru selamat. Oleh sebab itu, penyelenggaraan pemilu ulang adalah wujud pentas MK di muka publik dengan segala harkat, martabat, dan independensinya untuk menuntun ulang penyelenggaraan pemilu ke jalan yang benar,” tandasnya.

(ryn/ugo)

[Gambas:Video CNN]






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *